Adelia, Istri Pasha sedang hamil
Rekayasa Foto, strategi SULE Promosikan Diri di Internet
Beredar Foto Seksi Terlihat Celana Dalam Putri Patricia karena mengenakan Rok Mini
Segalanya tentang seorang Alm. Franky Sahilatua
Seorang Franklin Hubert Sahilatua almarhum, atau yang biasa kita kenal dengan Franky Sahilatua, ia telah membuat ilustrasi backsound yang sempurna untuk adegan-adegan perjalanan bangsa ini. Kita mungkin sering ‘terkotak’ dengan memahami seorang Franky ‘hanya’ dalam sebuah ilustrasi lagu “Orang Pinggiran” dan “Perahu Retak“, atau malah kita memandangnya ‘hanya’ dalam kacamata musik country dan balada yang melejitkan namanya di era tahun 70-80an.
Padahal Franky jauh lebih luas dari itu. Ia dan karyanya telah mengiringi ilustrasi sebuah perjalanan perubahan bangsa ini dengan begitu luas, bahkan bukan cuma dalam paradigma ‘ilustrasi musik mengikuti adegan’, namun terinspirasi dengan WR Supratman yang mencipta lagu Indonesia Raya di saat republik ini masih berbentuk impian, dan tema Indonesia Raya yang merdeka akhirnya menjadi sebuah visi bagi rakyatnya untuk diwujudkan, Franky pun berjuang agar adegan perjalanan bangsa ini bergerak mengikuti visi yang diilustrasikannya dengan apik melalui lagu-lagu ciptaannya.
Maka itu, walaupun sedikit terlambat, saya merasa perlu untuk menulis sedikit obituari tentang perjalanan seorang Franky Sahilatua, yang telah meninggalkan kita pada hari Rabu 20 April 2011 yang lalu, sebagai salah satu putra terbaik yang dimiliki bangsa ini.
Saya mencoba mengupas perjalanan Franky dalam beberapa fase. Pada fase awal tahun 70-an, mungkin kita lebih cocok menyebut musik Franky sebagai “fotografi lagu“, ia memotret Indonesia melalui lagu-lagunya. Ibarat sebuah majalah National Geographic, Franky telah merekam ribuan gambar tentang atmosfer dan manusia Indonesia dalam aneka warna lirik dan alunan melodi yang indah, menyentuh, dan natural…
Mari kita simak bagaimana “foto landscape” Indonesia dipotret melalui lagu alam duet Franky dan adik tercintanya, Jean Maureen Sahilatua:
… Kepada angin dan burung-burungatau dalam lagunya yang lain:
……
Bersinar surya menembus pagi berembunSebagai musisi dengan eksplorasi luas, tema “manusia” menjadi “objek” yang membuat Franky demikian gelisah memotret kehidupan. Human interest, dalam dunia fotografi merupakan tema yang sangat kuat dalam membangkitkan “rasa manusia”, Franky sangat banyak menggunakan setting human interest untuk lagu-lagunya.
… Ia lalu bercerita tentangatau pada lagu berikut
….
Penumpang penuh bayi-bayi menangis…
Gadis berkebaya Siti Julaika lala la laSaya tak mengenal Franky secara langsung, saya hanya seorang pengagum yang mengenal Franky melalui karya-karyanya dan beberapa kali perjumpaan dalam pentas dan orasinya, serta dari liputan media. Namun saya mencoba mengapresiasi perjalanan proses seorang Franky Sahilatua. Untuk itu mohon dimaklumi bila tulisan ini sangat subyektif dan awam.
Franky memulai karier bermusiknya pada tahun 1973 di Bengkel Musik “Lemon Trees” yang bermarkas di Surabaya. Di sana dia bertemu dengan musisi-musisi kawakan pada masanya, sebut saja Gombloh, Leo Kristi dan Arthur Kaunang. Meski Franky tidak bertahan lama di bengkel musik tersebut, namun bisa dilihat bahwa pergaulan Franky dengan mereka mampu memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi kelangsungan karirnya. Dan pada tahun 1977 ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta.
Saya melihat Franky sebagai seorang yang selalu berproses menggeluti dirinya dan bangsanya. Dalam perjalanan prosesnya, terdapat beberapa fase fokus objek yang dipotretnya. Di fase-fase awal, bersama Jane maupun dalam solo albumnya, Franky lebih banyak memotret suasana alam, seperti gunung, matahari, sungai, pedesaan, dan keseharian realitas manusia Indonesia yang menjalani hidup sebagai petani, pedagang, buruh pabrik, nelayan, sopir bis, dll.
Kita bisa melihat dari judul-judul album diciptakan Franky dalam kurun waktu tahun 1975 – awal 1990-an. Album duet Franky & Jane kurun waktu tersebut adalah: Senja Indah di Pantai (1975), Kembalilah (1975), Balada Ali Topan (1976), Musim Bunga (1978), Kepada Angin dan Burung-burung (1978), Dan Ketuk Semua Pintu (1979), Panen Telah Datang (1980), Siti Julaika (1982), Di Ladang Bunga (1983), Rumah Kecil, Pinggir Sungai (1984), Biarkan Hujan (1985), Langit Hitam (1990). Album solo Franky: Balada Wagiman Tua (1982), Gadis Kebaya (1984). Album 3 bersaudara Franky, Johnny & Jane Sahilatua: Menyambut Musim Petik (1986).
Walaupun diakui oleh Franky, bahwa saat itu ia cukup banyak dipengaruhi oleh musisi John Denver, sedangkan vokal Jane banyak dipengaruhi musisi Melani Denard yang cenderung meliuk-liuk dan merintih, namun duet Franky & Jane dengan suara satu dan suara duanya berhasil melahirkan warna musik country ala nusantara, bukan country ala cowboy Amerika. Beberapa album country mereka memperoleh penghargaan di ajang kompetisi bergengsi Anugerah Musik Indonesia. Keberhasilan album-album Franky & Jane, mulai dari Musim Bunga, Kepada Angin dan Burung-burung, Dan Ketuk Semua Pintu, Panen Telah Datang, Di Ladang Bunga, Siti Julaika, membuktikan bahwa pilihan musik country-nya bukanlah pilihan asal tampil beda, tapi merupakan kesatuan semangat nyanyian hati seperti menyatunya petani dengan sawah ladang serta kicau burung di antara derai tawa anak-anak desa, dan menyatunya pohon-pohon dengan suara kecipak air sungai. Suasana alam pedesaan Indonesia yang menawan.
Dari segi lirik, lagu-lagu Franky & Jane tak banyak yang berbicara tentang cinta. Tapi mereka berdua berhasil membuktikan bahwa meski tidak menjual tema cinta, namun musik mereka tetap bisa eksis. Cinta dalam lagu-lagunya tak pernah cengeng, sesekali terbaca bernuansa cinta platonis, namun lebih banyak Franky & Jane mengangkat tema kecintaan terhadap alam, yang mampu membuat pendengarnya terbang ke lereng-lereng pegunungan dan menghirup segarnya alam pedesaan Indonesia yang ditembangkannya.
Pada tahun 1982 pencipta lagu legendaris Bis Kota ini juga pernah membintangi sebuah film “Mendung Tak Selamanya Kelabu” garapan Lukmantoro DS yang diproduksi PT Pelita Citra Utama Film. Tentu saja film tersebut tak jauh dari perjalanan hidup Franky yang saat itu sering menyanyikan lagu dengan tema-tema realitas sosial, maka film tersebut memang cenderung mengekspose masalah sosial ketimbang kisah cintanya.
Seperti halnya puisi-puisi Taufiq Ismail yang banyak dibawakan oleh Bimbo, demikian juga Franky & Jane banyak membawakan puisi dari Yudhistira Ardi Nugraha. Kita bisa lihat, dari 12 lagu di album Musim Bunga, 6 di antaranya adalah puisi karya Yudhistira Ardi Nugraha. Selain itu Franky juga bekerjasama dengan beberapa penyair besar lain seperti Emha Ainun Nadjib, Hare, Wildan, Abdul Hadi WM, Fajar Budiman, Harry, Denda Sukma, Teguh Esha, dan adiknya sendiri Johny Sahilatua.
Tahun 1988 dirilislah lagu ‘Kemesraan’ karya Franky dan Jhony Sahilatua yang dinyanyikan secara keroyokan oleh Franky, Iwan Fals, bersama-sama penyanyi lain yang tergabung dalam Musica Studio seperti Chrisye (alm), Rafika Duri, Betharia Sonata dan sebagainya. Lagu ini sebenarnya merupakan lagu lama Franky & Jane yang dirilis ulang, yang pada awalnya tidak terlalu populer. Kemudian Iwan Fals juga ditawari untuk menyanyikannya kembali bersama Titiek Hamzah, namun juga tidak terlalu berhasil. Baru kemudian pada versi rilisan tahun 1988 ini berhasil menjadi populer bahkan melegenda. Karya ini sampai hari ini menjadi lagu ‘wajib’ bagi para pejabat, perkumpulan ibu-ibu, bahkan di kalangan anak muda, khususnya dinyanyikan di berbagai penutupan acara seremonial. Mungkin lagu ini menjadi salah satu lagu yang paling banyak dinyanyikan orang di negeri ini, setelah lagu Indonesia Raya dan lagu ulang tahun.
video Franky - Kemesraan
Selain Kemesraan, proyek musik keroyokan lain yang diikuti Franky adalah Kita Semua Sama (1989) – bersama Jane Sahilatua, Nur Afni Octavia, Vonny Sumlang, Utha Likumahuwa, Gito Rollies, Farid Harja, La Storia. Kemudian, pada tahun 1994 bersama Kelompok Solidaritas dirilis album Bunga Kehidupan yang dikomandani oleh Ian Antono, di bawah bendera Blackboard Ind. Dalam album ini bergabung musisi-musisi kenamaan era tahun 90-an seperti Achmad Albar, Gito Rollies, Nicky Astria, Farid Hardja, Nini Carlina, Hengky Supit, Ecky Lamoh, Ita Purnamasari, Franky Sahilatua, dan Dewi Yull. Lagu andalan Bunga Kehidupan sendiri untuk musik dan liriknya digarap oleh Ian Antono dan Iwan Fals, Franky ikut menyumbangkan suaranya dalam beberapa bait.
Fase selanjutnya dari perjalanan Franky adalah bermetamorfosisnya tema lirik lagu maupun warna musik pada karya-karyanya. Lagu-lagu Franky mulai mengusung tema-tema yang “tajam”, seiring dengan bergesernya atmosfer anak bangsa yang menggeliat menuntut perubahan. Kalau sebelumnya lagu-lagu Franky adalah bercerita tentang keindahan alam dan keseharian manusia, pada fase ini Franky mulai banyak memotret bencana alam, ironi kehidupan, ketimpangan sosial, dan kesakitan bangsa terhadap jaman.
Bisa kita lihat dari beberapa judul lagu dalam Album Lelaki dan Rembulan (1992): Zaman Edan, Luka, Pedalaman, Sumirah, Ketika Alam Murka. Dalam album Kemarin (l994): Tong Kosong, Tangis Dalam Jiwa. Dalam album Lelaki dan Telaga (1995): Hitam Putih, Nyanyian Para Mantan, Purnama Jangan Berkeping, Anak-Anak Perang, Potret.
video Franky S - Purnama Jangan Berkeping
Album Terminal adalah album Franky Sahilatua bersama Iwan Falsyang dirilis pada tahun 1993. Dalam album yang musiknya digarap oleh Ian Antono ini terdapat satu lagu baru (Terminal) dan sisanya adalah lagu-lagu yang dibawakan oleh musisi lain, dengan tema-tema kritis. Lagu dalam album ini: Terminal (Franky/Iwan Fals), Nyanyian Cinta (Franky), Mereka Ada di Jalan (Iwan Fals), Bento (Bento Grup), Langit Mendung (Sawung Jabo), Nyanyian Laut (Nicky Astria), Pak Tua (Elpamas), Gadis Tersesat (Grass Rock), Jatuh Lagi (Nicky Astria), Problema (Anggun C. Sasmi).
video Franky Sahilatua - Terminal
Album berikutnya adalah Orang Pinggiran (1995) berisikan lagu-lagu kritis dengan musik yang lebih garang, macam Orang pinggiran (duet Franky dan Iwan Fals, dengan musik digarap oleh Ian Antono), Nyanyian Para Sopir, Macan dan Kursi, Udara Semakin Berat, Gersang Tanah Hitam Air. Videoklip Orang Pinggiran menampilkan Franky, Iwan Fals dan Ian Antono bernyanyi bersama para buruh pabrik dan pekerja.
… Orang pinggiran…o ea eo…o ea eo…video orang pinggiran
Pada album-album selanjutnya Franky makin menunjukkan posisi pembelaannya pada nilai-nilai yang ia yakini. Album Perahu Retak (1996) yang menjadi kolaborasi Franky dengan seniman budayawan Emha Ainun Najib, menelorkan lagu-lagu sarat kritik sosial seperti: Perahu Retak, Lho Koq, Lagu Capek, Raksasa Kota, Parodi Saridin, Merah Putih Dan Reruntuhan.
…
Perahu negeriku, perahu bangsakuvideo perahu retakDi album yang musiknya digarap oleh Toto Tewel ini, Franky tidak sekadar menggubah syair-syair dari naskah drama Perahu retak karya Cak Nun untuk dinyanyikan, tapi Franky mencoba mengapresisiasi lagu tersebut sebagai sebuah realitas sosial, seperti saat pembuatan video klip lagu Merah Putih dan Reruntuhan. Lagu ini mengangkat keprihatinan terhadap penggusuran rumah warga desa untuk pembuatan waduk Kedungombo, untuk hal itu Franky terjun langsung dengan membuat video klip di lokasi Kedungombo, Boyolali, Jawa Tengah, merekam gambar-gambar pohon dan rumah-rumah yang ditenggelamkan. video Franky S – Merah Putih & Reruntuhan
Tahun 1998 dirilislah album kolaborasi Iwan Fals, Franky Sahilatua dan Toto Tewel, album ini berjudul “Menangis“. Di album kompilasi ini, Iwan Fals menulis lirik sementara Franky Sahilatua melagu. Toto Tewel kembali menjadi arranger. Aransemen lagu-lagu yang diluncurkan setelah kerusuhan-kerusuhan dan bencana pada era reformasi ini terdengar pilu mendukung bait-bait lagu yang menyajikan fakta penuh bencana. Saking banyaknya bencana, tangisan menjadi bagian tak terpisahkan.
…
Kemarin seorang ibu menangisSetelah Album Perahu Retak, Franky memang jarang mengeluarkan album solo maupun duetnya, namun suami dari Herwanti Ningrum ini kerap menjadi producer dari banyak penyanyi baru di bawah bendera KEN PROJECT (KEN diambil dari nama depan anak pertamanya, Ken Noorca Sahilatua), ia juga sering menggarap video klip para penyanyi yang ingin mempromosikan album-album barunya. Kepiawaiannya dalam menyutradarai video klip sudah membuahkan beberapa penghargaan, salah satunya Franky membuat video klip Leo Kristi dalam album “Catur Paramita”, termasuk video klip “Di Bawah Tiang Bendera” yang sangat monumental.
Peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 di kantor pusat PDI (sekarang PDIP) Jl. Diponegoro, Jakarta, menggerakkan jiwa Franky untuk berkolaborasi dengan Iwan Fals mencipta lagu Di Bawah Tiang Bendera. Lagu yang dinyanyikan keroyokan Iwan Fals, Franky Sahilatua, Trie Utami, Edo Kondologit, Nicky Astria, dan Ian Antono ini tidak direkam untuk diedarkan secara komersial, melainkan hanya dibuat video klipnya sebagai proyek edukasi “persatuan bangsa” bagi masyarakat. Proyek ini dibiayai oleh dua perusahaan rokok besar dari Jawa Timur. Video klip kolosal Di Bawah Tiang Bendera dikerjakan oleh Franky dengan hasil yang cukup spektakuler dengan mengambil setting lokasi di Kapal Layar Motor Phinisia Nusantara yang berlayar di perairan Kepulauan Seribu dan di kawasan gurun pasir Gunung Bromo, Jawa Timur.
…
Kita adalah saudara. Dari rahim ibu pertiwivideo Di Bawah Tiang BenderaPada masa itu, seorang Franky memendam banyak akumulasi kekecewaan pada dunia industri rekaman. Dalam wawancara dengan salah satu media, Franky mengungkapkan, “Produser rekaman melakukan doktrin dengan mewajibkan penyanyi-penyanyi muda untuk terus terlena dengan lagu-lagu cinta. Bandingkan dengan masa muda Leo Kristi, masa muda Iwan Fals, Ebiet, Harry Roesli, atau saya sendiri.” Lagu-lagu yang diciptakan mereka jauh dari kesan cinta asmara. “Lagu-lagu dulu, ada kesadaran, ada kemanusiaan, ada kepedulian terhadap lingkungan yang disampaikan. Meskipun ada lagu cinta, tapi tidak mengajak pendengar larut dalam euforia cinta,” ujar musisi kelahiran Surabaya pada 16 Agustus 1953 ini. “Nah, karena gelombang lagu cinta, banyak penyanyi yang tak lagi menghiraukan masalah kebangsaan, kemanusiaan, atau lingkungan. Bagaimana generasi muda punya sense of crisis jika setiap hari mereka dijauhkan dari persoalan-persoalan itu?” Demikian kegelisahan Franky terus membuncah.
Politik Indonesia makin memanas, krisis ekonomi melanda bangsa, ini membuat seorang Franky Sahilatua memilih langkah untuk tidak tinggal diam, ia terpanggil untuk berbuat dan terus berteriak melalui lagu-lagunya yang makin jauh dari nilai komersil.
Sejak masa itu hingga akhir hayatnya, Franky banyak terlibat dalam aksi-aksi panggung bertema sosial dan nasionalisme. Ia aktif terlibat dalam masa peralihan politik dari Orde Baru menuju Reformasi, pembelaan terhadap buruh migran, kampanye lingkungan hidup, gerakan anti globalisasi, kepedulian terhadap korban Lapindo, gerakan melawan politisi busuk, penolakan Undang-Undang Anti Pornografi, gerakan melawan korupsi, dan berbagai tema kepekaan sosial lainnya. Tembang-tembang Franky menjadi salah satu inspirasi para aktivis untuk bergerak.
Jalur di kesenian memiliki berbagai ragam. Pertama seni untuk kesenian, di mana sang seniman berekspresi tanpa peduli dengan selera pasar. Kedua seni industri, ekspresi seni yang ukurannya pada penjualan. Dan ketiga, seni sebagai sebuah tanda zaman. Franky sudah melewati kesenian sebagai industri, mendapat omset besar, dan mendapat berbagai award. Kini ia mencoba bereksplorasi lebih jauh pada jalur yang ketiga. Banyak sekali pikiran atau perasaan masyarakat yang tidak bisa tertuang, selama ini rakyat hanya bisa menyimpan cemburu atas kesenjangan secara bisik-bisik di rumah tangga ataupun di warung kopi, dan Franky berusaha menyuarakannya melalui lagu-lagu kritis, tajam dan apa adanya.
Selain menyuarakan melalui karyanya, pada fase ini Franky benar-benar terjun dalam tema lagu-lagunya sebagai seorang aktivis, mari kita lihat bagaimana sebagian sepak terjang Franky di tahun 2000-an ke atas, setelah reformasi.
Sebagai contoh, pada Desember 2005, Franky ikut dalam menggerakkan kelompok demonstran dengan lagu-lagunya, dalam memperjuangkan kaum marjinal yang terpinggirkan sistem kapitalis dunia global (World Trade Organization – WTO) di Victoria Park, Hong Kong. Bersama artis yang juga anggota DPR, Rieke Dyah Pitaloka, dan sekitar 50 aktivis dari Indonesia, mereka membakar para demonstran – yang terdiri dari para aktivis dan lebih dari 2000 orang petani dari berbagai negara – mereka diajak bernyanyi bersama, dan akibatnya, Franky dan kawan-kawan pun sempat dikejar-kejar oleh polisi Hong Kong.
“Yang miskin, tambah miskin. Kita, kita, kita! Yang kaya, tambah kaya. Kamu, kamu, kamu!” begitu bunyi lirik singkat yang diteriakkan Franky bersama ribuan petani dan aktivis internasional, dalam bahasa Indonesia. Franky juga menciptakan lagu pendek lainnya, dengan irama hampir sama, namun berlirik bahasa Inggris. “Save our sister, save our brother. Down, down, down, WTO!”
Dalam tematik buruh migran, sejak Juli 2006, Franky, Rieke Dyah Pitaloka, dan penyanyi dangdut Nini Carlina diangkat oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan International Labour Organization (ILO) sebagai Duta Buruh Migran. Selain menggali permasalahan dan aspirasi, cukup sering Franky terjun berkeliling ke berbagai daerah untuk berdialog dengan TKI dan wakil-wakil pemerintah dalam memperjuangkan hak-hak buruh migran, sekaligus menghibur para TKI/TKW dengan lagu-lagu kritik sosialnya. Bahkan pada bulan September 2008, Franky terjun langsung dalam advokasi kasus penganiayaan 9 orang TKI oleh satuan pengaman KJRI Hong Kong saat kedatangan Menakertrans RI di Hong Kong. Franky mengkritik Menakertrans RI tidak berperasaan, ketika 9 orang TKI dianiaya saat akan menyampaikan aspirasi, Menakertrans RI malah menyanyi lagu campursari “Kapan Kowe Bali” di atas panggung hiburan.
Franky pun tak segan mengkritik Presiden dengan statemen pedas, “Presiden Arroyo adalah presiden ideal bagi buruh migran, karena dia mau mendatangi buruh migran Filipina di luar negeri yang terkena masalah, tapi presiden kita tidak melakukan apa-apa. Walau sering ke luar negeri tetapi tidak melindungi TKI-nya,” ucap Franky dalam peringatan Hari Buruh Migran tahun 2008.
Tema mencegah disintegrasi bangsa, merupakan tema yang konsisten digarap Franky melalui berbagai aktivitas maupun karya-karyanya. Saat kerusuhan Ambon beberapa tahun lalu, Franky terjun ke daerah konflik Ambon, dan menyanyi untuk kerukunan beragama dan perdamaian. Bersama organisasi Pemuda Maluku Bersatu (PMB) – di mana Franky juga menjadi salah satu ketuanya – Franky menuntut kasus pembentangan bendera RMS diusut tuntas pihak berwenang, dan ia mengingatkan masyarakat agar tidak terpancing dengan isu separatis maupun insiden tersebut. Ia pun cukup rajin hadir mensupport forum-forum semacam Nusantara Bangkit Bersatu (NBB) yang dimotori Gus Dur, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) yang digarap oleh banyak tokoh nasional lintas agama serta lintas budaya, Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI), Forum Kebangsaan Pembela Pancasila, dan lain-lain.
video Franky Sahilatua : Angkat Sumpah, angkat janji - Tana Ambon
video Franky S – Hitam Putih Negriku
video DIRGAHAYU BUKAN UNTUK KESENGSARAAN : a poem by Franky Sahilatua, 2000 .
Tahun 2009-2010, bersama sutradara idealis Garin Nugroho, Franky berkeliling ke berbagai kota untuk membawakan “Dongeng Pancasila“. Kedua seniman ini memaknai Pancasila dengan sedemikian luas dan indah. Nilai-nilai kebangsaan dikomunikasikan berdasarkan perjalanan hidup mereka. Sebuah dongeng yang berisi tentang visi, pengalaman, emosi, empati dan cara berpihak terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Melalui acara ini, Pancasila diceritakan secara sederhana melalui kisah Soekarno, apel malang, Marcopollo dan lain-lain. Simak lagu Pancasila Rumah Kita, yang menjadi tema inti Dongeng Pancasila:
… Pancasila rumah kitaVideo Glenn Fredly - Pancasila Rumah Kita
Pancasila rumah kita versi Franky:
Jiwa kebangsaan terukir jelas di dada Franky, lihatlah bagaimana pada bulan April 2007 ia mengkritisi penggunaan lagu Indonesia Raya dalam iklan layanan masyarakat RUU Kewarganegaraan, yang dinilainya sebagai bentuk pelecehan terhadap bangsa. Menkum HAM Hamid Awaludin pun dianggap sebagai menteri hukum yang tak tahu hukum. “Ini pelecehan karena lagu Indonesia Raya bukan milik departemen, tapi milik semua bangsa, apalagi ini sudah masuk lembaran negara,” ujarnya. Menurut Franky, iklan tersebut harus ditarik dari peredaran dan lagu Indonesia Raya tidak boleh lagi digunakan. “Ini pelanggaran terhadap PP Nomor 44 Tahun 1958 tentang lagu kebangsaan pasal 5. Untuk menyanyikan lagu itu saja secara lengkap orang harus berdiri, ini malah dipotong-potong,” cetus Franky tajam.
Franky pun sempat emosional saat mengetahui lagu Rasa Sayange diakui oleh Malaysia, “Pencipta lagu Rasa Sayange adalah NN alias No Name, karena merupakan folklore dari kawasan Indonesia Timur,” kata Franky. Karena itu, kategori lagu tersebut adalah domain publik Indonesia. “Kasus lagu Rasa Sayange adalah illegal recording atau pelanggaran karya cipta oleh negara (Malaysia) seperti batik,” beber Franky kepada media.
Demikianlah, gelora kebangsaan Franky selalu membara di jiwanya. Kalau Almarhum Gombloh menciptakan “Kebyar-Kebyar”, Franky punya lagu “Indonesia” yang rasa-rasanya patut kita apresiasi dalam setiap momen-momen yang berkaitan dengan semangat kemerdekaan. Mari kita simak liriknya:
…
Indonesia tubuh kita satuBerbagai aktivitas kepedulian Franky terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi di indonesia, antara lain: bersama aktivis berbagai organisasi mahasiswa, Franky mengenang korban bom di Kedubes Australia melalui kegiatan Malam Seribu Doa Untuk Korban Bom. Di bulan Juni 2008, Franky menciptakan tembang “Ode untuk Maftuh“, khusus untuk mengenang mahasiswa Universitas Nasional (Unas) Maftuh Fauzi yang tewas akibat kekerasan polisi. “Maftuh mati karena melawan presiden sontoloyo. Kami semua melawan presiden sontoloyo. Kami rakyat Indonesia hidup semakin susah. Kami semua melawan presiden sontoloyo,” demikian dendang Franky.
Dalam berbagai kejadian bencana alam yang terjadi di tanah nusantara ini, Franky hampir selalu bisa dipastikan turut memotori garda depan penggalangan dana sosial dan terjun langsung memberi support terhadap para korban. Seperti halnya dalam bencana tsunami Aceh, Desember 2004, hanya sehari setelah tsunami menyapu Aceh, dia sudah berada di Pulau Sabang, NAD. Beberapa hari kemudian Franky sudah terlihat dalam konser-konser penggalangan dana di berbagai kota. Ia pun mencipta lagu “Duka Aceh“:
…
Dengarkan mereka yang menangisDalam penggalangan dana untuk peristiwa gempa Jogja pada Juni 2006, Franky juga sangat aktif mengisi acara di berbagai konser amal, termasuk dalam konser amal yang digelar oleh PKB dan Gus Dur. Franky dan sejumlah musisi bergabung dalam kelompok Solid (Solidaritas Indonesia), mereka membuat sebuah album berjudul Satu Hati, yang khusus dirilis untuk membantu para korban gempa di Jogja. Album yang berisikan 10 lagu tersebut dinyanyikan oleh Iwan Fals, Trie Utami, Doel Sumbang, Franky Sahilatua, Totok Tewel, Baruna, Ote Abadi, Suki-la, Jodhi Y, Ki Ageng Ganjur, dan Ali Akbar (sekaligus sebagai project officer). Hasil penjualan album ini digunakan untuk membantu korban gempa Jogja. Kelompok Solid sudah didirikan pada Desember 2004, saat terjadinya musibah gempa dan tsunami di Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias, saat itu mereka pun melakukan aksi yang serupa, menghimpun bantuan melalui berbagai kreativitas seni dan budaya.
Kemudian dua tahun kemudian, bersama beberapa musisi, Franky meluncurkan album kompilasi kesiapsiagaan bencana, di Jogja, yang diprakarsai oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan dijembatani oleh Electrified Records. Untuk album kompilasi tersebut Franky menyumbang sebuah lagu baru berjudul “Di mana Nurani.” Dalam lagu tersebut, Franky menyoroti kerakusan manusia yang selalu menguras sumber kekayaan alam karena memiliki kebutuhan yang berlebihan terhadap energi.
Pada musibah Situ Gintung, April 2009, Franky bersama Partai Republik Nusantara (Republikan) menggelar aksi sosial menggalang dana untuk para korban musibah dengan melakukan aksi ngamen bersamadi Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Franky memulai aksi menyanyi diiringi gitar dari lantai satu pasar kemudian berkeliling ke kios-kios yang mulai dipadati pengunjung.
Kasus kerusakan lingkungan dan pelestarian alam menjadi salah satu nafas perjuangan Franky. Ia kerap terlihat bernyanyi dan berorasi dalam berbagai forum lingkungan hidup di negeri ini. Seperti saat Konferensi Rakyat Indonesia di Asrama Haji, Pondok Gede Jakarta Juli 2007, acara tersebut diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan dipersiapkan untuk melahirkan sebuah keputusan penting tentang penyelamatan lingkungan baik dari segi politik (inisiasi Green Party) dan kesiapan menghadapi perubahan iklim. Juga dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali tahun 2007 lalu, Franky tak ketinggalan pula untuk meneriakkan kepedulian lingkungan hidup melalui lagu dan orasinya.…
Berapa banyak hutan-hutan telah gundulTahun 2007, Gerakan Pemuda Anshor bekerjasama dengan KEN PROJECT yang dikomandani Franky, membuat sebuah iklan layanan masyarakat bertema lingkungan hidup yang dibintangi oleh Gus Ipul (Saifullah Yusuf) yang saat itu menjabat Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Kabinet Indonesia Bersatu. Iklan layanan ini ditayangkan untuk menyambut KTT Iklim (COP 13 UNCFFF) di Bali pada 3-14 Desember 2007. Dalam iklan ini Gus Ipul tidak saja harus berakting, tapi juga bernyanyi membawakan lagu RUMAH HIJAU gubahan Franky yang menjadi latar iklan tersebut. “Panas.. Bumi semakin panas, karbondioksida membakar udara”, demikian penggalan lagu RUMAH HIJAU yang meluncur dari mulut Gus Ipul yang sekarang menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur ini.
Franky juga sering hadir dalam berbagai advokasi kasus lingkungan hidup di daerah, seperti dalam aksi tukar guling hutan kota APP (Akademi Penyuluhan Pertanian) Tanjung – Malang untuk perumahan mewah Ijen Nirwana tahun 1996, tiba-tiba Franky muncul di Malang, berorasi dan bernyanyi bersama para aktivis dan warga. Beberapa tahun kemudian, dalam pelestarian sungai dan hutan di kota Batu – Malang, Franky pun terlihat mengambil peran dalam menyemangati warga dengan lagu-lagunya. Juga dalam aksi demo menentang PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di lapangan Ngabul, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah, Juni 2007, Franky dan Emha Ainun Nadjib meneriakkan lagu, syair dan slogan anti PLTN bersama para aktivis dan masyarakat. Juga di berbagai kasus advokasi lingkungan hidup yang lain, Franky sumbangkan lagu dan pemikirannya untuk mensupport perjuangan para aktivis dalam melestarikan alam.
…
Franky adalah pejuang nilai-nilai kebenaran yang tidak tahan untuk berdiam diri melihat kebijakan-kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada rakyat. Anak dari karyawan pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ini bersikap melalui lagu-lagunya, ia berdialog dan berorasi turun ke jalan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Kita bisa melihat bagaimana bersama para artis yang dikomandani Rieke Diah Pitaloka dan Wanda Hamidah, Franky dan sejumlah selebriti turun ke jalan demi memprotes kenaikan harga BBM 40% pada bulan Desember 2004. Franky juga aktif memperjuangkan Undang Undang (UU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) dan dijalankannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk seluruh rakyat. Ia juga aktif terlibat dalam penolakan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi. Dan masih banyak lagi sikap kritisnya dalam menyikapi kebijakan pemerintah.
Dalam kasus Lapindo, Franky juga serius untuk memediasi warga korban lumpur Lapindo. Franky mendampingi mereka dalam berdialog dengan Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN). “Mereka tidak bisa menunggu lagi. Apa sih beratnya mereka (pemerintah) memberikan ganti rugi cash and carry? Kalau tidak bisa, PAN harus mengupayakan interpelasi, kenapa (pemerintah) tidak bisa menangani hal seperti ini,” cetus Franky dalam forum dialog tersebut.
Di bidang politik, Franky pun selalu bersikap. Mungkin banyak orang terlupa, bahwa Franky termasuk salah seorang pendiri Partai Amanat Nasional (PAN). Namun ketika DPP PAN memutuskan Franky untuk menjadi caleg “jadi” nomor urut satu mewakili daerah Madura, dengan kehalusan bahasa dan rendah hati Franky mengatakan bahwa dirinya kurang cocok untuk menjadi anggota parlemen.
Dalam pertarungan Pemilihan Presiden tahun 2004, Franky menentukan sikapnya. Ia mendukung duet Amien Rais – Siswono Yudhohusodo untuk maju menduduki kursi RI 1 – RI 2. Bahkan saat itu ia menjadi bagian tim sukses kedua pasangan tersebut.
Namun di tahun 2006 saat DPP PAN memecat anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PAN Djoko Edhi Sutjipto Abdurrahman, sahabat Franky yang pernah membaca puisi bersamanya dan keduanya merupakan deklarator Indonesia Tax Watch – lembaga yang melakukan pengawasan pajak – Franky menganggap PAN tidak lagi sebagai partai yang reformis. Pendirinya, Amien Rais, dianggap semena-mena dalam mengendalikan partai. Menurut Franky, pemecatan terhadap Djoko Edhi sangat tidak fair. Ia menilai apa yang dituduhkan pada Djoko Edhi itu tidak lebih dari fitnah.
Dalam menyambut pemilu legislatif (pileg) tahun 2004, Franky menciptakan lagu yang mengkritisi para caleg yang dianggap tidak pantas mewakili rakyat, lagu itu berjudul “Jangan Pilih Mereka”. Lagu ini mengambil nada mirip dengan lagu Cucak Rowo karya Didi Kempot, liriknya yaitu:
…
Jangan-jangan pilih mereka…
Aku Mau Presiden Baruvideo Aku Mau Presiden Baru Franky
Gending Kraton Yogya Gending Kraton Yogya,Dalam keaktifan Franky mendukung capres, tak lupa ia tetap melancarkan kritik-kritik tajamnya, khususnya pada lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang dinilainya banyak berlaku tidak proporsional dan disetir oleh pihak-pihak tertentu, simak lagunya “SYB”:
…
KPU Busuk. KPU Busuk.video KPU Busuk Frangky Sahilatua
Franky dekat dengan banyak tokoh politik, ia cukup dekat dengan banyak parpol dan tampak kerap hadir dalam berbagai kegiatan bermacam-macam parpol. Ia dekat dengan Gus Dur dan PKB-nya, Megawati dan PDIP-nya, Wiranto dengan Hanura-nya, dengan Partai Bintang Reformasi, Partai RepublikaN, dll. Bahkan PDIP ingin lagu “Pancasila Rumah Kita” karya Franky dijadikan salah satu lagu resmi partai, agar akan terus diperdengarkan dalam acara-acara resmi partai. Namun, Franky tetap seorang seniman kritis yang independen, ia lebih luas dari parpol, ia sering menempuh jalur sunyi, ia mengungkapkan dan mendukung kebenaran, serta mengedukasi masyarakat Indonesia, melalui jalur-jalur yang kadang tidak populer.
Sebagai contoh, dalam Pemilihan Walikota 2010 di Surabaya, Franky menyatakan dukungannya pada pasangan Fitradjaja Purnama – Naen Soeryono, pasangan calon walikota dan wakil walikota yang pertama kali maju Pilwali dari jalur independen. Walaupun akhirnya pasangan ini tidak memenangkan Pilwali, tapi keikutsertaannya dalam Pilwali melalui jalur independen merupakan sebuah edukasi demokrasi yang bagus bagi masyarakat.
Pada Pilkada DKI Jakarta 2007 lalu, Franky menciptakan lagu “Gubernur Bela Warga”, yang dibawakannya mengiringi penandatanganan komitmen ‘Gubernur Bela Warga’ oleh calon gubernur Dr.Ing.H.Fauzi Bowo, yang akhirnya menang dan terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta. Dalam lagu Gubernur Bela Warga, Franky meminta siapa pun yang terpilih sebagai gubernur tidak lagi menggusur masyarakat miskin. Ia juga meminta gubernur baru membuka kesempatan bagi warga pendatang untuk mencari kerja di Jakarta. Demikian pula untuk Pilkada di Maluku, Franky pun juga turut “mendorong” dilakukannya pergantian pimpinan daerah yang lebih mengakomodasi kepentingan rakyat Maluku. Ia pun mengedukasi masyarakat Maluku dengan lagu sederhana yang ia ciptakan.
Song Theme Pilkada
Sikap Franky terhadap carut-marut kondisi bangsa ini terlihat dengan keaktifan pria yang pernah berkuliah di Akademi Akuntansi Surabaya ini pada berbagai gerakan. Beberapa di antaranya adalah Gerakan Anti Politisi Busuk yang digagas Teten Masduki (Indonesia Corruption Watch) yang mengkampanyekan untuk memilih pimpinan daerah dan wakil rakyat yang bersih dengan meluncurkan CD kampanye lagu-lagu karya Harry Roesli dan Franky, juga pada Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (Kompak) yang dikomandani Fadjroel Rachman, Gerakan Indonesia Bersih (GIB) yang dikoordinatori oleh Adhie Massardi, Komite Bangkit Indonesia (KBI) yang digagas oleh Rizal Ramli, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga pernah menggandeng Franky untuk mengkampanyekan seruan anti korupsi, ia juga aktif dalam diskusi kasus Century, dan di saat mulai diketahui mengidap kanker sumsum tulang belakang Franky masih menyempatkan diri menjadi salah seorang deklarator Nasional Demokrat (Nasdem) yang digagas Surya Paloh.
Pada tahun 2010 Franky digandeng oleh INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) yang merupakan forum komunikasi NGO Indonesia dan luar Indonesia yang bergerak dalam mengkritisi jalannya pembangunan di Indonesia dengan menuntut perbaikan kondisi kehidupan kaum miskin, kelompok masyarakat yang dirugikan, dan masyarakat tertindas. Bersama INFID, Franky meluncurkan videoklip “Bangsa Bayar Utang” yang diadopsi dari lagunya “Kita Kita, Kamu Kamu”:
…
Minyak mahal…bangsa bayar utangvideo INFID-bangsa bayar utang-Franky Sahilatua November 8, 2010,
Visi seorang Franky adalah terjaganya keutuhan bangsa ini dan adanya perhatian kepada seluruh rakyat di segala penjuru tanah air. Lagu Pancasila Rumah Kita telah membawa Franky berkeliling ke ujung-ujung nusantara, ke Distrik Sota, perbatasan Merauke, propinsi Papua, dengan negara Papua Nugini, mengalunlah lagu Kepada Angin dan Burung-Burung di sana. Kemudian ia bertandang ke Pulau Miangas Sulawesi Utara, dan melantunkan lagu Musim Bunga dan Kemesraan. Selanjutnya ia beralih ke Pulau Rote dan Ndao, NTT, dinding paling selatan Nusantara. Lalu ia juga mengunjungi Pulau Sabang, Nangroe Aceh Darussalam. Franky juga kerap bertandang ke masyarakat Badui Dalam, Banten. Ia menyuarakan persatuan dalam rumah Pancasila melalui sebuah perjalanan budaya bertema Merangkai Nusantara dengan Lagu, yang difasilitasi salah satunya oleh Institut Indonesia Muda, sebuah lembaga yang digerakkan mantan aktivis Kelompok Cipayung (GMNI, GMKI, PMKRI, HMI, dan PMII) dan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI). Franky kunjungi ujung-ujung terluar Indonesia dan pelosok pedalaman nusantara untuk memotret Indonesia dan bernyanyi bersama nelayan, petani dan rakyat biasa.
Tahun-tahun terakhir menjelang akhir hayatnya, Franky tetap mencipta lagu dan bernyanyi di segala panggung. Kalau dulu ia bernyanyi di atas panggung penuh lampu, belakangan ia lebih menikmati bernyanyi di atas truk-truk demonstran dan di jalanan di depan Istana, ia juga pernah menyanyi di atas perahu dan nelayan menikmatinya dari tepi pantai, atau di selatan Cianjur dengan padi-padi sebagai hiasan.
Konsistensi Franky untuk memperjuangkan bhinneka tunggal ika melalui karya-karyanya direspon positif oleh Presiden SBY. Setahun yang lalu saat Franky tergolek dalam perawatan di rumah sakit General Hospital Singapura, Presiden SBY mengutus Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Akuat Supriyanto, untuk membezuk Franky dan menyemangatinya agar lekas sembuh dengan membuat kejutan di hari ulang tahun Franky yang jatuh pada tanggal 16 Agustus. Kejutan itu berupa selama perayaan 17 Agustus 2010, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah dan Otonomi Daerah mengirimkan staf-stafnya ke propinsi-propinsi terluar yang berada di wilayah perbatasan negara dan mengadakan upacara bendera di sana, ini untuk menyambut gagasan lama Franky tentang “Pancasila di Batas Negara”. (Pada tahun 2006 Franky bersama budayawan dan seniman Papua merayakan 17 Agustus di pedalaman Skouw, Papua, di tapal batas RI – Papua Nugini dengan kegiatan upacara pengibaran bendera, renungan dan pentas budaya)
…
Tanah Papua tanah yang kayaVersi Edo Kondologit
Versi original Franky
Dengan gembira namun tanpa kehilangan kacamata kritisnya, Franky menyambut kejutan itu dengan komentar “Perayaan hari kemerdekaan tidak hanya cukup dengan pengibaran bendera dan upacara. Tapi lebih dari itu, harus ada kekuatan budaya lokal (local cultural force) yang mengikutinya, sebagai ekspresi kegembiraan dari berbagai lokalitas di Indonesia atas pencapaian bangsa.” Franky berterima kasih atas perhatian Presiden. Namun, Franky juga mengingatkan gagasan lamanya agar Presiden dapat menjadi Bapak Kemakmuran Rakyat, bukan Bapak Pembangunan.
KEMBALI KE PANCASILA - by Franky Sahilatua
Dengan catatan panjang perjalanan, karya, dan perjuangan seorang Franky, maka pada bulan November 2007 beberapa lagu karya Franky yaitu: Indonesia, Perahu Retak, dan Di Bawah Tiang Bendera, diabadikan oleh Arief J Wicaksono dalam buku Simfoni Indonesia, sebuah buku antologi lagu setebal 250 halaman yang diluncurkan dalam momentum Hari Pahlawan melalui support dari Djarum Bakti Pendidikan. 62 lagu dari 30-an musisi yang ada di dalam buku ini terpilih dari sudut pandang heroisme dan kecintaan kepada bangsa. Penghargaan lain yang diterima Franky yaitu Kehati Award kategori “Citra Lestari Kehati” (tahun 2004) dari Yayasan Kehati karena kepedulian Franky pada lingkungan hidup, dan penghargaan Lifetime Achievement dalam ajang bergengsi SCTV Music Awards, pada bulan Oktober 2010, yang saat itu diterima oleh putra keduanya, Hugo Delano Sahilatua, dan Jane Sahilatua, karena saat itu Franky sudah terbaring sakit.
Franky adalah pejuang, tema-tema lagunya semenjak menjelang reformasi sampai akhir hayatnya tak lagi membicarakan persoalan antara “aku” dan “kamu” (baca: individu), tapi ia berbicara mengenai “kami”, “kita” dan “kalian” (baca: kepentingan orang banyak). Ia tidak mempedulikan dirinya sendiri, bahkan sampai dengan tujuh hari sebelum wafatnya, Franky masih menyempatkan diri menyelesaikan rekaman dua lagu ciptaan terakhirnya, yakni ”Roti dan Sirkus” serta ”Anak Tiri Republik”, setelah beberapa waktu sebelumnya menyelesaikan lagu “Kemiskinan” dan “Taman Sari Indonesia” yang menurutnya terinspirasi dari gagasan dan pemikiran Gus Dur.
Kini Franky Sahilatua telah meninggalkan kita. Panggilan jiwanya untuk memotret perjalanan bangsa dan untuk memotivasi Indonesia telah ditunaikannya dengan cara yang sangat indah dan heroik. Franky adalah seorang trubadur, yaitu penyanyi bertutur yang berceloteh tentang apa dan siapa yang dilihatnya atau dirasakannya dalam sejumput lirik yang disenandungkannya. Ia bisa bertutur tentang apa saja. Tentang keseharian. Tentang kesenjangan-kesenjangan baik itu perilaku sosial mapun wacana politik. Menurut saya, sampai saat ini kita belum menemukan sosok penggantinya. Franky telah mengabdikan karyanya untuk Sang Merah Putih agar tidak kusam dan compang-camping. Ia mendedikasikan kehidupannya agar Sang Garuda tetap gagah membentangkan sayap di ujung-ujung terluar nusantara.
Selamat jalan Franky… Terima kasih sudah kau tunjukkan contoh nyata bagaimana berbuat dan berkarya untuk Indonesia…
(Bachtiar Djanan M – dari berbagai sumber)
———-
“Aku adalah Papua, aku adalah makhluk-Mu, akulah Nusa Tenggara, akulah Sulawesi, yang tak pernah berujung semenjak republik ini berdiri…. tanah kami tanah kaya laut kami laut kaya…. kami tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya, kami hanya menjual buah-buah pinang….. semua anugerah itu…. kami tak mau bersalah anak-anak cucu…. harusnya ada perubahan… harus ada perubahan…. ole sio sio… rambe yamko.. rambe yamko….” (Franky Sahilatua)